EKSPLOITASI HUTAN,
SATWA LANGKA
MAKIN TERANCAM
Aryn Damayanti (31414717)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Gunadarma
Abstrak. Hutan sebagai
sekumpulan ekosistem dimana saling berhubungan erat antara hutan dan lingkungan
baik itu berupa pepohonan, benda-benda hayati dan non hayati, lingkungan
pendukung (jasa) dimana semua yang ada diatas selalu saling berhubungan dan
saling mempengaruhi. Makin
tinggi LPP makin tinggi pula laju kerusakan hutan (deforestasi). Hal tersebut
dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem alam, sebagai contoh pada bulan
November 2015 hutan belantara Kalimantan Timur menunjukan kondisi kritis.
Terutama karena fungsi sebagai tempat tinggal satwa kini berubah menjadi hutan
kawasan industri. Keberadaan satwa langka belakangan ini semakin sulit
terlihat. Jika terus menerus melakukan pembakaran dan penebangan liar, hutan
akan berubah menjadi tempat menyeramkan bagi kelangsungan hidup flora dan
fauna.
Kata
Kunci : Kalimantan, Eksploitasi Hutan, Satwa Langka.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut undang-undang nomor 41 tahun
1999 hutan merupakan suatu kawasan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan sebagai sekumpulan
ekosistem dimana saling berhubungan erat antara hutan dan lingkungan baik itu
berupa pepohonan, benda-benda hayati dan non hayati, lingkungan pendukung
(jasa) dimana semua yang ada diatas selalu saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Hutan secara keseluruhan merupakan kumpulan hidup alam hayati
beserta alam lingkungannya. Keanekaragaman hayati dalam suatu kawasan hutan
alam terdapat beragam jenis pepohonan, umur yang beragam dan tingkat kerapatan
yang tidak teratur dan pertumbuhan.
Seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk, maka tekanan terhadap lingkungan pun makin
meningkat, terutama terhadap hutan. Bisa dikatakan, makin tinggi LPP makin
tinggi pula laju kerusakan hutan (deforestasi). Hal tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada ekosistem alam, sebagai contoh pada bulan November 2015 hutan
belantara Kalimantan Timur menunjukan kondisi kritis. Terutama karena fungsi
sebagai tempat tinggal satwa kini berubah menjadi hutan kawasan industri.
Seperti pembukaan lahan kelapa sawit dan pertambangan batu bara, juga perubahan
peruntukkan menjadi perkebunan. Keberadaan satwa langka belakangan ini semakin
sulit terlihat. Jika terus menerus melakukan pembakaran dan penebangan liar,
hutan akan berubah menjadi tempat menyeramkan bagi kelangsungan hidup flora dan
fauna.
PEMBAHASAN
Banyak sekali eksploitasi sumber daya
alam yang membawa dampak terhadap kehidupan. Segala kegiatan pembangunan yang
berlangsung diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
tetapi juga harus mampu menjaga kelestarian sumber daya alam. Sehingga alam
tidak akan kehilangan fungsinya sebagai pengendali keseimbangan kehidupan. Oleh
karena itu setiap pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan
mengenalisis mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi.
Kerusakan
hutan di Indonesia berlangsung terus-menerus akibat banyak faktor yang sulit
untuk dicarikan solusi. Penebangan liar dan kebakaran hutan merupakan penyebab
utama kerusakan hutan yang tidak hanya dirasakan oleh Kalimantan, namun seluruh
hutan di Indonesia pun merasakan. Keberadaan satwa langka belakangan ini semakin
sulit terlihat. Jika terus menerus melakukan pembakaran dan penebangan liar,
hutan akan berubah menjadi tempat menyeramkan bagi kelangsungan hidup flora dan
fauna.
Laju
deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri,
terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga
mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta
meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di
Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi
perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit),
telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.
Deforestasi (kerusakan hutan)
memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di
Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan
peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Dampak buruk lain akibat
kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia
utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam
kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates
moloch), macan tutul (Panthera pardus),
elang jawa (Spizaetus bartelsi),
merpati hutan perak (Columba argentina),
dan gajah sumatera (Elephant maximus
sumatranus).
Kerusakan hutan di kalimantan selatan
juga merusak ekosistem habitat monyet hidung panjang. Ekosistem tersebut rusak
akibat proyek kanal penampungan dan jalur lalu lintas batu bara di Desa
Tatakan, Kecamatan Tambarang, Kalimantan Selatan.
Sebagai paru-paru dunia hutan tropis
tersebut ditebang untuk kepentingan proyek kanal penampungan dan jalur lalu
lintas batu bara seluas 6 Ha. Keberadaan kanal tersebut membuat kerusakan
lingkungan sistem perairan, kesehatan masyarakat, dan hancurnya ekosistem
bekantan.
Bekantan adalah primata unik yang dapat
ditemukan di pulau Borneo (Kalimantan). bekantan biasa disebut Monyet Belanda. Bekantan
sendiri adalah binatang herbivora yang memakan daun muda, buah-buahan dan
biji-bijian mentah. Bekantan juga memiliki habitat yaitu di Hutan Mangrove.
Ciri ciri fisiknya yang paling menonjol adalah memiliki hidung yang mancung.
untuk Jantan hidungnya lebih mancung dibandingkan dengan bekantan betina.
Langkanya bekantan ini disebabkan oleh pembukaan lahan untuk pertambangan.
Terancamnya primata ini disebabkan
mulai berkurangnya Hutan Mangrove yang menjadi habitat utamanya di alam liar
akibat pembukaan lahan tambang dan sebagainya. Keberadaan bekantan yang hanya
bisa hidup dan tergantung pada kawasan hutan mangrove menyebabkan
kelestariannya sangat terancam karena tidak punya pilihan lain untuk melarikan
diri saat habitatnya dibuka untuk berbagai aktifitas manusia. Alasan itu
menyebabkan IUCN (World Conservation
Union) mengklasifikasikan bahwa bekantan termasuk satwa langka yang sangat
terancam kelestariannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Laju
deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri,
terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga
mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta
meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di
Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi
perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit),
telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997. Dampak buruk lain
akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di
Indonesia utamanya flora dan fauna endemik.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/atep_afia/kerusakan-hutan-di-kalimantan_550199e1a33311192e5104c5
Diakses pada tanggal 21 April 2017
http://smpalu.blogspot.co.id/2015/01/eksploitasi-hutan-di-kalimantan-selatan.html
Diakses pada tanggal 24 April 2017.
http://www.dprd-kaltimprov.go.id/read
Diakses pada tanggal 8 April 2017.
LAMPIRAN
Profil Penulis
Nama : Aryn Damayanti
NPM : 31414717
TTL : Bogor, 27 Januari 1997
Alamat : Jalan Arzimar 3 RT 03/03 Kota Bogor, Jawa
Barat